MELODI DUKA NEGERI PENIPU
MELODI DUKA NEGERI PENIPU
Oleh : Sudrajat Senda
*Melodi Duka Negeri Penipu*
Sejak negeri ini di dirikan dari zaman orde lama, orde baru, reformasi dan dari zaman orde paling baru saat ini, oleh founding father begitu sudah mengeintegralistik dengan keragaman budaya, agama, pulau, bahasa kedaerahan, dan lain-lain dalam kesepakatan konstitusi yang kita sebut dengan UU DASAR 1945, segala resiko multi tafsir pengelola negaranya.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, negeri ini terus melantunkan melodi yang menyayat hati, bahkan konstitusi pun tersayat sangat teramat terluka, menjadi duka rakyat, hal ini bukan nya dapat lagu kebanggaan yang membangkitkan semangat, melainkan nyanyian duka dari rakyat yang tertindas oleh penipuan yang terus berulang, mulai dari melodi yang terdengar dari Suara Istana, gedung DPR RI, Kantor-kator Gubernur, Bupati, Wali Kota bahkan sampai ke Kantor Desa/kelurahan, Negeri yang seharusnya menjadi rumah bagi kejujuran justru dikuasai oleh tangan-tangan tak terlihat yang gemar menebar tipu daya.
Korupsi, manipulasi, dan kebohongan menjadi alunan nada yang akrab di telinga. Dari janji politik yang manis di awal, hingga kenyataan pahit yang harus diterima oleh masyarakat, semua menjadi simfoni tragis yang terus bergema. Setiap pemimpin yang naik ke tampuk kekuasaan menjanjikan perubahan, namun kenyataannya, rakyat kembali menjadi korban permainan.
Melodi duka ini juga terdengar di berbagai sektor pendidikan yang dipenuhi pungutan liar, pendidikan yang dianak tirikan, kesehatan yang mahal dan tak merata, hanya si tuan polan yg punya hak monopoli ekonomi yang dapat merasakan pelayanan terbaiknya,, hingga hukum di Negeri ini yang sudah hilang ketajaman pedang nya, hukum hanya menghunuskan perihnya rakyat jelata. Para Hakim telah membuang timbangan dan pedangnya karena terjebak dalam politisasi , mereka berpesta seperti binatang, yah seharus nya sih seperti bintang, namun demikian sudah berubah ubah seperti rubah , yah kalo sudah seperti rubah pasti tdk berperikemanusiaan, tidak punya malu.
Keadilan seolah hanya milik mereka yang mampu membeli kekuasaan, sementara rakyat kecil terus terhimpit oleh sistem yang timpang.
Di tengah kegelapan negeri ini, masih ada harapan. Suara-suara lantang yang berani menyuarakan kebenaran, gerakan-gerakan tetap ada walau di tepi tapi masih bernyanyi, yang mencoba membongkar kebobrokan, dan generasi muda yang mulai sadar akan pentingnya integritas. Jika melodi duka ini terus dibiarkan, maka kehancuran hanya tinggal menunggu waktu. Namun, jika kita bersatu, bukan tidak mungkin nada-nada harapan bisa menggantikan kepedihan yang selama ini mengakar.
Negeri ini belum terlambat untuk berubah. Kejujuran harus kembali menjadi melodi utama, dan kebenaran harus berdiri di atas segala kepentingan. Rakyat tidak boleh terus menjadi korban, melainkan harus menjadi komposer dari lagu baru yang lebih adil, lebih jujur, dan lebih bermartabat.
Sampaikan tinjuku untuknya demi kebenaran yang nyata, dan tetap bernyanyi walau di tepi. Berharap ini mimpi yang kita bisa tolak dengan hati nurani.
Komentar
Posting Komentar