Tanah Sultan yang Berakar di Tirtayasa

 

 


Gbr : Peta Sejarah Kota Raja, Kota Kolonial, dan Pemukiman


Tanah Sultan yang Berakar di Tirtayasa

 

Sudrajat Senda

 

 

Pangeran Surya adalah putra dari dari Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang merupakan Sultan Banten ke-5 dan Ratu Martakusuma yang lahir pada 1631. Kakeknya bernama Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir atau dikenal sebagai Sultan Agung, sultan Banten ke-4 yang juga gigih memerangi Belanda.  Setelah ayahnya wafat pada 1650, Pangeran Surya diangkat oleh kakeknya sebagai Sultan muda dengan gelar Pangeran Dipati.

Kemudian setelah kakeknya wafat pada 1651, Pangeran Dipati resmi naik takhta menjadi raja Banten ke-6 dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Dari istri-istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 18 orang anak. Putranya yang terkenal adalah Sultan Abu Nashar Abdulqahar atau Sultan Haji dan Pangeran Purabaya. Menjelang akhir pemerintahannya, berselisih dengan Sultan Haji hingga memaksanya meninggalkan takhta dan bertempat tinggal di Kraton Tirtayasa yang terletak di Kabupaten Serang.

 

 

Gbr :  Sungai Cisadane Tangerang



Tirtayasa merupakan sebuah wilayah yang strategis untuk perdagangan dunia ke dua di Banten setelah Karangantu, juga berpotensi besar  dalam pengembangan produksi pangan, terutama padi, serta hasil pertanian lain nya, hal ini lah yang menarik   Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih untuk membangun Istana untuk tempat tinggalnya, sekaligus sebagai tempat menjalankan roda pemerintahan kesultanan Banten, dan karena seringnya tinggal di Istana Tirtayasa, Ia di kenal sekarang dengan nama Tirtayasa.

 

 

Dari Tirtayasa, terdapat catatan sejarah yang diketahui bahwa sultan melakukan tindakan pengembangan pertanian, dalam produksi pangan pada tahun 1659,  sebagai sultan Banten ke 6 yang cerdas dalam melakukan pertahanan wilayah dan pertahanan pangan dari system pertanian yang bergeser dari system pertanian tradisional yang di mulai pada abad ke 7, ke system pertanian VOC, system pertanian sewa tanah, system pertanian tanam paksa, dan system pertanian liberal.


 

Gbr : Di Perbatasan Kota Kolonial 



Maka adalah Sultan Tirtayasa, salah satu sultan di nusantara yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Tindakan Sultan yang pertama di ketahui adalah membangun pertahanan pangan di wilayah Tangerang dengan cara menanam 100 batang pohon kelapa di dekat sungai Cisadane, ini merupakan strategi pertahanan pangan karena lokasi penanaman pohon kelapa di sepanjang sungai Cisadane memerlukan tanah seluas sekitar satu hektar, terlebih wilayah ini dekat dengan Kota colonial Batavia, sebagai Kantor pusat Dagang VOC.

 

Sehingga gentar lah Belanda beserta VOC nya, menyaksikan strategi pertahanan yang di lakukan oleh sultan Ageng Tirtayasa ini, apa lagi di tempat ini dikerahkan lima ribu orang laki-laki sehat di sertai keluarga, yang memungkinkan akan tercipta wilayah pemukiman baru di di sepanjang sungai Cisadane.

 

 

Pada tahun 1664, sultan di tanah Tirtayasa  ini pun melakukan tindakan pembangunan bendungan untuk pengairan ,sehingga kemudian dari tindakan pengumpulan air dari Selatan di utara ini akan terciptanya sawah-sawah yang pasti akan memproduksi pangan, berupa padi. Untuk mempertahankan produksi pangan padi ini pun di sultan terus membangun terusan terusan aliran air berbentuk kali antara Pontang dan Tanara di tahun 1670 tercatat sultan mengirimkan 16 ribu orang untuk melakukan ini,

 

Terusan terusan aliran air dari Selatan Banten ke Utara Banten ini, memungkinkan tanah Sultan akan berakar di Tirtayasa, karena dari terciptanya terusan ini akan memudahkan perdagangan hasil pertanian  di lakukan secara local, regional bahkan internasional , kapal kapal layar asing dari berbagai belahan duniapun akan masuk.

 

Di tanah sultan yang berakar di Tirtayasa  ,  bangsa Persia, Gujarat,  Malabar,  Keling,  Pegu,  Melayu,  China,  Turki,  Arab,  Abysinia,  Inggris,  Denmark,  Perancis,  dan Belanda merasa nyaman hidup di tanah ini,  ada ýang berdagang,  dan menginvestasikan, Kedatangan mereka membuat bangsa bangsa di dunia terheran heran dan merasa senang terhadap tanah ini,  tercatat pada tahun 1596 Belanda merasa nyaman di tanah ini ýang subur  penuh dengan lada,  areal persawahan  dan pohon kelapa.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konflik dan pergolakan kepentingan (vested interest).

Paham-paham Baru di Eropa

Konferensi Asia Afrika (KAA)