BELAJAR DARI SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH



BELAJAR DARI SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH


Bismillahirrahmanirrahim ..

Pada kajian kali ini materi akan difokuskan pada sisi parenting, bagaimana Muhammad Al-Fatih dididik. Bagaimana perjalanan pendidikannya dari kecil hingga dewasa, dari sempurna dan ketidaksempurnaannya. Yang dari dua hal tersebut kita sebagai orangtua yang akan belajar menjadi pribadi yang bijak dalam menyikapi kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita dan anak-anak kita. InsyaaAllah ..

A . Prediksi Nabi

Muhammad Al-Fatih dengan nama menggandeng Mehmed II. Al Fatih adalah gelar yang diberikan atas keputusan para ulama di masanya. Gelar Al Fatih ini diberikan kepada Mehmed II setelah 9 bulan runtuhnya konstantinopel. Yang diambil dari bahasa arab 'fataha' yang artinya membuka atau diartikan sebagai orang yang mambuka.

Kisah ini di mulai dari berita yang disampaikan oleh Rasulullah saat di perang Ahzab, ketika Rasulullah memecahkan batu di dalam parit. Keluarlah cahaya dari batu tersebut dan bersabdalah Rasulullah,

لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ

“ Sesungguhnya akan dibuka kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu” .

Ini adalah berita besar dan motivasi besar bagi umat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam karena di dalamnya terapinya sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik pasukan. Sehingga menjadi cita-cita besar bagi setiap pemimpin di masanya. Jadi penaklukan konstantinopel sudah dilakukan sejak zaman para sahabat hingga 800 tahun kemudian berita dari Rasulullah tersebut terbukti, dan kemenangan itu diraih oleh Mehmed II.



B. Orangtua Muhammad Al-Fatih
(Ayahnya Pahlawan dan Filantrofis, Ibunya Penghafal AlQur'an)

Mehmed Lahir di Edirne, Ia lahir dan tumbuh saat kekhalifaan sudah menyebar luas sampai ke daratan eropa.
Kebiasaan dari ibundanya adalah bahwa anak-anaknya harus AlQur'an hafal sebelum masuk usia 10 tahun. Namun hanya Mehmed II yang agak terlambat diusia 12 tahun (diriwayat lain usia 13 tahun) ia baru hafal AlQur'an.

Ia sekolah di Amasya ditemani oleh sang ibu. Ibunya benar-benar menjadikan dirinya sebagai madrasah utama bagi anaknya.
Ia lahir dan dididik dalam lingkungan keluarga yang penuh kedisiplinan.



Amasya adalah wilayah pegunungan, pusat kebudayaan islam, dan pusat kebudayaan Turki. Mehmed tinggal disana sejak usia dua tahun. Ia dan kakaknya yang bernama Allaedin bersekolah di Amasya, dan saat itu kakaknya yang bernama Ahmed sudah menjadi walikota di kota tersebut.

C. Mehmed II Menjadi Pemimpin Sejak Kecil

Ahmed wafat penyakit wabah penyakit di tahun 1437, Mehmed menggantikannya sebagai walikota di amasya (antara usia 6-10tahun).
Kakaknya Allaedin menjadi Gubenur di Manisa (magnesium).

Yang perlu dicatat adalah anak 8 tahun dahulu dan sekarang sangat berbeda dari sisi kematangan berpikir dan kedewasaannya.
Saat ditunjuk untuk bekerja amanah kakaknya sebagai walikota di Amasya Mehmed pulang menangis karena ia tidak mau dijadikan walikota. Ibunya mengucapkan “Nak suatu saat tidak ada pilihan lagi bagimu”.
Sosok ibu yang bijak dan menguatkan, ia tidak memperlakukan Mehmed secara istimewa. Ia memberikan kesempatan kepada anaknya agar merasakan bahwa terkadang hidup itu tidak adil.
Poin pentingnya disini adalah sang ibu tidak tahu anaknya berada pada tempat yang belum saatnya sehingga ibunya mendampingi serta mem-backup sepenuhnya. Kedekatan seorang ibu dan anak akan mampu menguatkan diri anak.
Selama dua tahun Mehmed merasakan pengalaman menjadi seorang pemimpin dan ia memulai hafalan Al-Qur'annya.

D. Mehmed Menjadi Gubenur

Di antara usia 8-12 tahun Mehmed diangkat menjadi gubenur di manisa, bergantian dengan kakaknya Alaeddin. Selama 4 tahun ia merasakan pengalamannya memimpin kota metropolitan dan ia meningkatkan hafalan AlQur'an. Ia mulai sadar bahwa ia bisa selalu bergantung pada ibunya.

Pelajaran bagi kita para orangtua √ Sebagaimana Mehmed yang ditempa ujian dengan kondisi / suasana yang mengharuskan ia memenuhi kemampuan sejak ia diusia belia. Maka jika anak memiliki masalah beri ia waktu untuk menyelesaikannya sendiri. Latih anak pemecahan masalah, jangan buru-buru memberi solusi.

√ Kedua sebagai orangtua kita harus memiliki ijtihad-ijtihad untuk anak-anak kita, menentukan target-taget. Misal: hafalan AlQur'an di usia berapa, belajar bahasa arab di usia berapa, dan lain-lain.



E. Belajar Islam dan Teknologi

Pada usia 12 tahun ia dipanggil ke istana. Mehmed mendapat jabatan di Edirne sebagai gubenur seluruh wilayah Turki Utsmani di Eropa.
Sang Ayah sadar harus ada orang yang bisa menggantikannya menjadi Sultan. Sehingga Mehmed diberi jabatan di Edirne sebagai persiapan menjadi Sultan dan agar sang ayah punya kesempatan lebih banyak dengan anaknya.

Ayahnya mendatangkan seorang guru, Mehmed belajar tentang ilmu kepemerintahan Islam Molla (1416-1488, seorang ulama alumni Al Azhar Kairo, ulama senior di kota Bursa).
Di masa-masa itu ulama-ulama yang ada di Turki berasal dari Mesir.

Saat ini pula Mehmed berhasil menuntaskan hafalannya. Dan di masa ini mulai pukul konstantinopel yang diramalkan oleh Rasulullah.
Mehmed mjlai belajar dari para perdana mentwri dan mentrinya. Sehingga ia paham karakter dari pejabat-pejabat istana saat itu.

Mehmed kerap 'naik tahta / belajar kepada para penasehat sultan di Edirne. Ia sering mengajak diskusi dan meminta pendapat sebelum para mentri itu menghadap.
Diantaranya:
√ Kaz-așker (hakim agung)
√ Șeyhul-İslam (pimpinan para 'ulama)
√ Nakibul-eșraf (periwayat Sirah Nabawiyah, yang dikemudian hari juga mengurusi keturunan Nabi Shallallahu' alaihi wa sallam)
√ Hoca (guru bahasa & sastra)
√ Hekim-bası (guru biologi & kedokteran)
√ Muneccim-bası (astronom & fisikawan)

Ia sangat menghormati dan memuliakan gurunya. Ia memiliki keinginan yang kuat untuk belajar ilmu bahasa, dan ia sangat menyukai ilmu astronomi.

Pelajaran bagi orangtua:
√ Anak-anak yang perlu dipercepat belajarnya
√ Ajari Adab (menginjak Mehmed yang memuliakan gurunya)
√ Tegas dalam aturan dan banyak anak. Orangtua tegas Menegur saat anak salah dan bangga melihat semangat belajar anaknya yang tinggi (dikendalikan yang dilakukan ayahanda Al-Fatih)

E. Untuk Mencapai Yang Tidak Mungkin

Ayahnya melihat potensi yang besar, sehingga sang ayah berinisiatif untuk turun tahta dan mengumumkan bahwa Mehmed akan menjadi sultan. Peristiwa ini terjadi di tahun 1444, saat usia Mehmed 19 tahun.

Dalam pidatonya Mehmed II berkata:
Saya di sini bukan karena keinginan saya. Saya di sini unyuk menjadikan sesuatu yang mustahil (menaklukkan konstantinopel).

Mehmet II diragukan mampu mewujudkan tantangan besar yang telah menjadi cita ‐ cita enam sultan pendahulunya:
1. Osman Gazi
2. Orhan Gazi
3. Murad I Hudavendigar
4. Bayazid I Yıldırım
5. Mehmed I Čelebi
6. Murad II Ebu'l Hayrat
7. Mehmet II

Sejarawan Turki Utsmani, Tașköprülüzade, catat dalam karyanya Tercüme-i Șekaik-i Numâniyye bahwa Sultan Murad II menasihati anaknya sejak usia 12 tahun dalam tiga hal terkait dengan hanya Konstantinopel: (1) Menjadi sultan yang mengharap keridhaan Allah SWT, (2) Mengutamakan keadilan (puncak tertinggi dari seorang pemimpin adalah adil), (3) Menyadari bahwa “pikiran selalu menjadi alat yang lebih kuat daripada pedang” (Akal jauh lebih penting dari sekedar kekuatan fisik)



Ketiga nada tersebut diambil dari QS. Al-Baqarah (2): 207-209
“dan diantara manusia ada yang masuk ke dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya,”
“hai orang-orang yg beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan dan jangan ikuti langkah-langkah syaithan, sebenarnya mereka adalah musuh yang nyata bagimu, ” “ tetapi jika kamu menyimpang dari jalan Allah sesudah datang bukti kebenaran, maka ketahuilah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ”

. Menjadi Panglima Muda Bersama Sang Ayah

Kedatangan pasukan koalisi pimpinan Janos Hunyadi dari Hungaria yang didukung Kardinal Julian Cesarini telah melanggar Perjanjian Szeged. Menghadapi sulit, Mehmed II mengajukan surat kepada permintaan, Murad II:

“ Jika anda adalah sultan maka kembalilah dan pimpin pasukanmu, jika aku adalah sultan maka aku perintahkan kepadamu untuk kembali dan memimpin pasukanku.”


Begitulah isi surat Mehmed II kepada ilham Murad II. Dimana saat itu Mehmed II tengah menguji kepemimpinannya menjadi sultan 'magang'. Kenapa kok disebut magang? Karena di era itu pergantian sultan terjadi biasanya karena ada dua penyebab. Pertama, wafat dan yang kedua adalah karena kudeta.

Pergantian Sultan Murad II pada anaknya bukan berdasarkan kedua hal tersebut. Melainkan karena masukan dari para ulama yang juga merupakan guru dari Mehmed II. Sebab Mehmed II ditempa dan dipersiapkan sebagai sang penakluk Konstantinopel, yang mewujudkan prediksi Rasulullah. Sebaik-baik panglima dan pasukan yang dibawanya adalah sebaik-baik pasukan.

Pergantian yang tak lazim di era tersebut menjadikan musuh islam yang sebelumnya tunduk pada pemerintahan yang dianggap menjadi petentang-petenteng dalam menghadapi Mehmed II yang masih muda.

Menghadapi kondisi tersebut dimana dia masih dalam kegamangan dalam memimpin. Jika ia mementingkan hawa nafsunya maka bisa jadi ia berangkat sendiri ke Varna untuk menghadapi musuh dan membuktikan bahwa pilihan yang dianggap sultan adalah tepat. Namun keegoisan itu krisis jiwa seorang pemimpin yang mewujudkan mewujudkan risalah.

Dan yang menarik adalah surat yang ditulis untuk mewujudkan. “Bila ayah adalah Sultannya, datanglah dan pimpinlah pasukan ayah. Bila aku adalah Sultannya, aku memerintahkan ayah untuk datang dan memimpin pasukanku. ”

Redaksinya sangat indah, secara tidak langsung kalau dalam bahasa betawi “ Babeh, tolongin guwe dong “. Dan dalam surat tersebut terlihat Mehmed II bisa menempatkan sebagai anak dan sebagai sultan. Sungguh hubungan emosional yang sangat kuat, walau sang ayah jarang menemaninya karena kesibukan tugas kesultanan. Doa yang kuat dan pengasuhan yang melekat pada ibunya yang hafidz Al Quran serta bimbingan dari ulama sekaligus guru membuat Mehmed II menjadi sosok yang disegani dan ditakuti lawan.


Begitulah, akhirnya Murad II kembali untuk menguatkan anaknya. Mehmed II ditempatkan pada sayap kiri pasukan, pasukan anak-ayah pertempuran di Varna pada tahun 1444; Mehmed II ditempatkan di manisa 1446, menikahi Gulbehar binti Abdullah Arnavut.


Pembelajaran bagi Orangtua :

(1). Ketika kita mengajari anak, kita harus tahu titik dimana anak sudah tidak mampu (batas kemampuan anak kita).

(2). Memaksimalkan kebersamaan kita bersama anak-anak kita sesibuk apapun diri kita, karena kita tidak pernah tahu hingga di usia berapa kita bisa memberamai mereka di masa depan.

Apakah mereka tetap dalam keimanan sepeninggal kita nanti? Apakah mereka bisa bertahan dalam kehidupannya kelak? Apakah mereka bisa hidup mandiri tanpa kehadiran kita disisinya?

Persiapkan selagi kita bisa, maksimalkan selagi ada waktu. Sesibuk apapun kita saat ini, jangan sampai kesibukan itu menjaukan diri kita dari anak-anak kita. Mendekatlah selagi kita bisa.

(3). Jika berjauhan dengan anak, kuatkan doa. Namun jika ada waktu dan tidak ada halangan apapun maka mendekatlah pada anak. Memaksimalkan penggunaan teknologi.Kisah ini jangan menjadi pembenaran kita jauh dari anak-anak kita.

(4). Dalam mendidik anak kita selalu katakan yang haq, ini adalah prinsip hidup. Meskipun kita belum bisa melaksanakan sendiri secara maksimal. Kita semua akan mengalami dilema seperti hal ini.

(5). Jadilah orang yang profesional, karena perjalanan mendidik bukan perjalanan utama namun ini adalah perjalanan suci.

Allahu a'lam bi sowab

ibnu Khaldun Rusyd

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konflik dan pergolakan kepentingan (vested interest).

Paham-paham Baru di Eropa

Konferensi Asia Afrika (KAA)