Materi Daring Sejarah Indonesia



 Gambar Masjid Agung Banten
  Sumber: Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:    Kementerian  Kebudayaan dan Pariwisata



Islam Masuk Istana Raja

Sudrajat Senda*




1.    Kerajaan Islam di Sumatra

Sejak awal kedatangannya, pulau Sumatra termasuk daerah pertama dan terpenting dalam pengembangan agama Islam di Indonesia. Dikatakan demikian mengingat letak Sumatra yang strategis dan berhadapan langsung dengan jalur perdangan dunia,yakni Selat Malaka. Berdasarkan catatan Tomé Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) dikatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatra terdapat banyak kerajaan Islam, baik yang besar maupun yang kecil. Diantara kerajaan-kerajaan tersebut antara lain ceh, Biar dan Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongkal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau, Tiku,Panchur, dan Barus. Menurut Tomé Pires, kerajaan-kerajaan tersebut ada yang sedang mengalami pertumbuhan, ada pula yang sedang mengalami perkembangan, dan ada pula yang sedang mengalami keruntuhannya.


   Gambar Masjid di Pulau Penyengat Riau

  Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah  Indonesia Masa Islam. Jakarta: Kementerian Kebudayaan
      dan Pariwisata.



1.   KERAJAAN SAMUDERA PASAI


Kerajaan Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam pertama di Indonesia. diperkirakan tumbuh berkembang antara tahun 1270 dan 1275, atau pertengahan abad ke-
13. Kerajaan ini terletak lebih kurang 15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nangro Aceh Darussalam,Pendirinya adalah Nazimuddin al - Kamil, seorang Laksamana Laut dari Mesir. Sementara itu di Mesir Dinasti Fatimah berhasil dikalahkan oleh Dinasti Mamaluk. Dinasti baru ini berambisi untuk merebut Samudera Pasai dengan mengirim Syekh Ismail. Untuk itu Syekh Ismail  kemudian bersekutu dengan Marah Silu dan berhasil merebut Samudera Pasai. Selanjutnya Marah Silu diangkat sebagai raja Samudera Pasai dengan gelar Sultan Malik ash Shaleh. Dalam kitab Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai diceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh sebelumnya hanya seorang kepala Gampong Samudera

Pada tahun tahun 696 atau 1297 M Sultan Malik Ash Shaleh wafat, dan dimakamkan di Kampung Samudera Mukim Blang Me. la digantikan putranya bemama Sultan Muhammad dengan gelar Sultan Malik at - Thahir. Ia memerintah sampai dengan tahun 1326. Ia digantikan  oleh putranya bernama Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik at - Thahir. Pada masa pemerintahannya, kerajaan Samudera Pasai kedatangan utusan Sultan Delhi yang sedang menuju Cina bernama lbnu Batutah pada tahun 1345.



      Gambar  Mesjid Agung Palembang yang dibangun pada masa pemerintahan    
 Sultan Mahmud Badaruddin


 Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejara
          h. Jilid III. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve



Pengganti Sultan Ahmad adalah putranya yang bemama Sultan Zainal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik at - Thahir. Setelah pemerintahan Zainal Abidin, Samudera Pasai mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan adanya perebutan kekuasaan. Akhimya Samudera Pasai berhasil dikuasai oleh Kerajaan Islam Malaka.


Berikut ini merupakan urutan para raja-raja yang memerintah
di Kesultanan Samudera Pasai:

1. Sultan Malik as-Shaleh (696 H/1297 M);
2. Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326);
3. Sultan Mahmud Malik Zahir (± 1346-1383);
4. Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405);
5. Sultanah Nahrisyah (1405-1412);
6. Abu Zain Malik Zahir (1412);
7. Mahmud Malik Zahir (1513-1524)




2.   KERAJAAN ACEH DARUSSALAM


Pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan lbrahim (1514 - 1528). Sejak tahun 1515 Aceh sudah berani menyerang Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.


Sultan Ali Mughayat Syah digantikan putranya bergelar Sultan Salahuddin (1528 - 1537). Ia tidak mampu memerintah Aceh dengan baik sehingga Aceh mengalami kemerosotan. Oleh karena itu ia digantikan saudaranya Sultan Alauddin Riayat Syah (1537 - 1568). Setelah Sultan Alaudin meninggal Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Keadaan ini berlangsung cukup lama sampai dengan Sultan lskandar Muda naik tahta (1607 - 1636 M).


Gambar  Makam Sultan Iskandar Muda (1607-1636) di Aceh

  Sumber : Taufik Abdullah dan A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah.
          Jilid III. Jakarta. PT Ichtiar Baru van Hoeve


Di bawah pemerintahan Sultan lskandar Muda, kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya. lskandar Muda beberapa melakukan penyerangan terhadap Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaka. Aceh juga menduduki daerah-daerah seperti Aru, Pahang, Kedah, Perlak dan Indragiri, sehingga wilayah Aceh sangat luas.

Sultan lskandar Muda digantikan oleh menantunya yang bergelar Sultan lskandar Thani (1636 - 1641). la melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan lskandar Muda, tetapi ia tidak lama memerintah karena wafat tahun 1641 M. Penggantinya, permaisurinya (Putri lskandar Muda), yang bergelar Putri Sri Alam Permaisuri (1641 - 1675). Sejak itu Kerajaan Aceh terus mengalami kemunduran dan akhimya runtuh karena dikuasai Belanda.



3.    KERAJAAN DEMAK



Pada mulanya Demak dikenal dengan nama Glagah Wangi. Sebagai Kadipaten dari Majapahit, Demak dikenal juga dengan sebutan Bintoro. Kata Demak merupakan akronim yang berarti gede makmur atau hadi makmur yang berarti besar dan sejahtera. Faktor-faktor pendorong berdirinya Kerajaan Islam Demak adalah :


      1.        Runtuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam mencari tempat   
              persinggahan dan perdagangan baru, diantaranya Demak.
2.        Raden Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak masih keturunan raja Majapahit, Brawijaya V,  
              dalam perkawinannya dengan putri Ceumpa yang beragama Islam.
3.       Raden Fatah mendapat dukungan dari para wali, yang sangat dihormati pada waktu itu.
4.       Banyak adipati-adipati pesisir yang tidak puas dengan Majapahit dan mendukung Raden Fatah.
5.       Mundur dan runtuhnya Majapahit karena Perang Paregreg.
6.      Pusaka keraton Majapahit sebagai lambang pemegang kekuasaan diberikan kepada Raden 
             Fatah. Dengan demikian Kerajaan Islam Demak merupakan kelanjutan dari Kerajaan Majapahit  
             dalam bentuknya yang baru.


        Gambar Masjid Agung Demak


    Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:
            Kementerian  Kebudayaan dan Pariwisata.


Pada tahun 1500 M, Raden Fatah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Raden Fatah mendirikan kesultanan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar al Fatah (1500 -1518 M). Pada tahun 1518 Raden Fatah wafat. la digantikan putranya bernama Adipati Unus (Muhammad Yunus. Pati Unus hanya memerintah selama tiga tahun. la meninggal dalam usia muda. Karena Pati Unus wafat tidak meninggalkan putra, maka ia digantikan oleh salah seorang adiknya bernama Raden Trenggana (1521 -1546 M).

Di bawah pemerintahan Sultan Trenggana, Demak mencapai puncak kejayaannya. Pada waktu itu Portugis mulai memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat, bahkan mau mendirikan benteng dan kantor di Sunda Kelapa, dengan persetujuan raja Pajajaran, Samiam. Oleh karena itu pada tahun 1522 Demak mengirimkan pasukan ke Jawa Barat dipimpin oleh Fatahillah. la berhasil menduduki Banten dan Cirebon serta mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Sejak itu Sunda Kelapa dirubah namanya menjadi Jayakarta.





Perluasan pengaruh ke Jawa Timur dipimpin langsung oleh Sultan Trenggana. Satu per satu daerah-daerah di Jawa Timur berhasil dikuasai seperti Madiun, Gresik, Tuban, Singosari dan Blambangan. Tetapi ketika menyerang Pasuruan pada tahun 1546, Sultan Trenggana gugur.


  Gambar Keraton Surakarta


  Sumber :Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah   Indonesia Masa Islam. Jakarta: Kementerian Kebudayaan
         dan Pariwisata.


Setelah Trenggana wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara Surawiyata atau Pangeran Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggana). Surawiyata berhasil dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto. Putra Surawiyata bernama Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas dan berhasil membunuh Sunan Prawoto.

Arya Penangsang kemudian menduduki tahta kerajaan Demak. Kekacauan kembali memuncak ketika Arya Penangsang membunuh adipati Jepara bernama Pangeran Hadiri. Ia adalah suami dari Ratu Kalinyamat, adik kandung Sunan Prawoto. Pembunuhan itu dilakukan karena Hadiri dianggap telah ikut campur dalam persoalannya dengan Sunan Prawoto.

Kalinyamat akhirnya mengangkat senjata memberanikan diri untuk melawan Arya Penangsang. Ia berhasil menggerakkan adipati-adipati dan pejabat lain untuk melawan Arya Penagsang. Akhirnya Arya Penangsang berhasil dibunuh oleh Ki Jaka Tingkir yang  dibantu oleh Kyai Gede Pamanahan dan putra angkatnya Bagus Dananjaya serta Ki Penjawi dan Juru Mertani. Kemudian JakaTingkir naik tahta dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Demak ke Pajang.




4.     KESULTANAN BANTEN


Setelah berhasil menduduki Banten, Fatahillah berkuasa didaerah tersebut. Sedangkan daerah Cirebon diserahkan kepada putranya bernama Pangeran Pasarean. Pada tahun 1522 Pangeran Pasarean wafat. Sehingga Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya Hasanuddin. Sedangkan Fatahillah memilih memerintah di Cirebon. Ia dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Sultan Hasanuddin dikenal sebagai Sultan pertama di Banten berhasil memperluas daerah kekuasaannya ke Lampung. Pada tahun 1570 M, Sultan Hasanuddin wafat dan digantikan putranya bergelar Panembahan Yusuf.

Pada tahun 1579 M. Panembahan Yusuf berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat, kerajaan Pakuan Pajajaran. Pada tahun 1580 M, Panembahan Yusuf wafat. la digantikan putranya yang masih berusia 9 tahun, yaitu Maulana Muhammad. Karena usianya terlalu muda, maka pemerintahan dipegang oleh seorang Mangkubumi sampai ia dewasa.

Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad datanglah untuk pertama kalinya orang Belanda di Banten (Indonesia) dipimpin oleh Cornelis de Houtman tahun 1596. Pada tahun itu pula Maulana Muhammad memimpin pasukan Banten menyerang Palembang. Serangan ini gagal bahkan Maulana Muhammad tertembak dan akhimya wafat. la digantikan putranya bernama Abdul Mufakhir yang baru berumur 5 bulan. Oleh karena itu pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi, yaitu Pangeran Ranamenggala, pada tahun 1608.

  
Pengganti Abdul Mutakhir adalah Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia merupakan raja terbesar Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan perdagangan. Sehingga Bandar Banten berkembang menjadi bandar internasional yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina, Inggris, Perancis dan Denmark. Akan tetapi Sultan AgengTirtayasa sangat anti VOC yang telah merebut Jayakarta dari Banten. Sehingga Belanda pun selalu berupaya menjatuhkan Banten.


Ketika terjadi perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Abdul Kahar yang dikenal sebagai Sultan Haji, Belanda mengambil kesempatan untuk melancarkan politik adu domba (devide et impera). Kesempatan itu datang ketika Sultan Haji dalam keadaan terdesak, Ia meminta bantuan VOC. Akhirnya pada tahun 1682 Sultan Ageng Tirtayasa menyerah, lalu ditawan di Batavia sampai wafatnya tahun 1692. Setelah itu, kerajaan Banten terus mengalami kemunduran dan akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh Belanda pada tahun 1775.



5.   KERAJAAN MATARAM


Setelah runtuhnya kerajaan Demak, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya. Sedangkan Demak hanya sebagai kadipaten dari Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Arya Pangiri (Putra Prawoto). Kiai Ageng Pemanahan yang berjasa besar dalam membantu Hadiwijaya mendapat imbalan daerah Mataram. Dalam waktu singkat Mataram berkembang pesat. Namun pada tahun 1575 Kiai Ageng Pemanahan meninggal. Pemerintahannya diteruskan oleh putra angkatnya bernama Bagus Dananjaya atau Sutawijaya.

Sementara itu Sultan Hadiwijaya meninggal pada tahun 1582. Pangeran Benowo, Putra Hadiwijaya, disingkirkan oleh Arya Pangiri. Untuk merebut kembali kekuasaannya, Pangeran Benowo meminta bantuan, Sutawijaya dari Mataram. Pajang diserang dan akhirnya Arya Pangiri menyerah. Sedangkan Pangeran Benowo tidak sanggup untuk menghadapi Sutawijaya. Maka sejak tahun 1586 pusat pemerintahan dipindahkan dari Pajang ke Mataram oleh Sutawijaya.

Sutawijaya naik tahta Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senapati ing Alaga Sayyidin Panatagama (1586-1601). Masa pemerintahan Panembahan Senapati diwarnai dengan perang terus-menerus dalam rangka untuk menundukkan para bupati yang memberontak maupun untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Sebelum usahanya tersebut selesai, Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601. Ia dimakamkan di Kota gede. Penggantinya adalah putranya yang bernama Mas Jolang (1601 – 1613) dengan gelar Sultan Anyokrowati.

Pada masa pemerintahan Mas Jolang banyak bupati di Jawa Timur memberontak. Pemberontakan ini dihadapi dengan susah payah oleh Mas Jolang. Namun sebelum pemberontakan tersebut dapat diselesaikan pada tahun 1913, Mas Jolang wafat di Krapyak. Ia juga dimakamkan di Kota Gede. Penggantinya adalah putranya yang bernama Raden Mas Martapura. Tetapi karena sakit-sakitan, ia turun tahta dan digantikan oleh Raden Mas Rangsang.

Raden Mas Rangsang naik tahta dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma Senapati ing Alaga Ngabdurahman. Di bawah pemerintahannya Mataram mencapai puncak kejayaannya. Sultan Agung bercita-cita untuk mempersatukan Pulau Jawa. Akan tetapi, antara Mataram dan Banten terdapat Batavia, markas VOC, sebagai penghalang. Oleh karena itu pada tahun 1628 dan 1629 Sultan Agung mengirim pasukan yang dipimpin oleh Baurekso untuk menyerang VOC di Batavia yang sedang dipimpin oleh J.P. Coen, namun kedua serangan itu gagal.

Sultan Agung wafat pada tahun 1645 . la digantikan putranya yang bergelar Amangkurat I (1645 -1677). Pada masa pemerintahannya, Belanda mulai masuk ke daerah Mataram. Bahkan Amangkurat I menjalin hubungan baik dengan Belanda. Selain itu sikap Amangkurat I yang sewenang-wenang menimbulkan pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Dalam pertempuran itu Amangkurat I terluka dan dilarikan ke Tegalwangi, hingga meninggal.

Pada masa pemerintahan Amangkurat II (1677 – 1903) Kerajaan Mataram semakin sempit. Banyak daerah kekuasaannya yang diambil alih oleh VOC. Ibu kota kerajaan dipindahkan ke Kartasura. Setelah Amangkurat II meninggal, Kerajaan Mataram semakin suram. Hal ini disebabkan seringkali terjadi perebutan kekuasaan diantara kaum bangsawan.

Politik devide et impera Belanda menampakkan hasilnya ketika dilakukan Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Perjanjian tersebut bertujuan untuk meredam pemberontakan yang dipimpin oleh Mangkubhumi di Yogyakarta. Melalui perjanjian tersebut Kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, yaitu :
1.    Kesuhunan Surakarta, yang dipimpin oleh Susuhanan Paku Buwono III (1749-1788).
2.    Kesultanan Yogyakarta (Ngayogyakarta Hadiningrat) dengan Mangkubumi sebagai rajanya, bergelar Sultan Hamengkubuwono I (1755 - 1792).

Sementara itu pemberontakan yang dilakukan oleh Mas Said (Pangeran Samber Nyawa)  terhadap Surakarta. Untuk meredam perlawanan itu pada tahun 1757 diadakan perjanjian yang hampir sama dengan Perjanjian Giyanti, yaitu Perjanjian Salatiga. Isinya menobatkan Mas Said sebagai raja di wilayah Mangkunegaran yang ketika itu menjadi bagian dari Kasuhunan Surakarta, dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.

Sejak tahun 1811 willayah jajahan Belanda di Indonesia jatuh ke tangan Inggris dengan tokohnya Thomas Stamford Raffles. Ia adalah seorang yang liberal dan tidak menyukai sistem feodalisme. Sehingga timbullah ketegangan antara Raffles dengan Keraton Yogyakarta. Akhirnya, pada tahun 1813, Raffles menyerahkan sebagian wilayah Yogyakarta kepada Paku Alam. Maka hingga kini kerajaan Mataram pecah menjadi empat kerajaan kecil, yaitu :
1.         Kesuhunan Surakarta
2.    Kesultanan Yogyakarta
3.    Magkunegaran
4.    Paku Alaman

6.   KERAJAAN GOWA DAN TALLO

Kerajaan Gowa dan Tallo (Makasar) menjadi kerajaan Islam karena dakwah dari Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau. Setelah masuk Islam, raja Gowa, Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin. Dan raja Tallo, Kraeng Mantoaya bergelar Sultan Abdullah,. Kerajaan Gowa-Tallo terletak pada posisi yang strategis yaitu, diantara jalur pelayaran antara Malaka dan Maluku.

Sultan Alaudin memerintah Makasar pada 1591 - 1639. la juga dikenal sebagai sultan yang sangat menentang Belanda, hingga wafat pada tahun 1639. la digantikan putranya Sultan Muhammad Said (1639 - 1653). Muhammad Said mengirimkan pasukan ke Maluku, untuk membantu rakyat Maluku yang sedang berperang melawan Belanda. Pengganti Muhammad Said adalah putranya bergelar Sultan Hasanuddin (1653 - 1669).

Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makasar mencapai masa kejayaannya. Dalam waktu singkat Kerajaan Makasar berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan. la juga memperluas wilayah kekuasaannya di Nusa Tenggara seperti Sumbawa dan sebagian Flores. Dengan demikian kegiatan perdagangan melalui Laut Flores harus singgah di Makasar. Hal ini ditentang oleh Belanda, karena hubungan Ambon dan Batavia yang telah dikuasai oleh Belanda terhalang oleh kekuasaan Makasar. Keberanian Hasanuddin memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku mengakibatkan Belanda semakin terdesak.

Dalam rangka menguasai Makasar, Belanda melakukan politik devide at impera. Kesempatan yang baik datang ketika pada tahun 1660 Raja Soppeng – Bone bernama Aru Palaka yang sedang memberontak kepada kerajaan Gowa. Karena merasa terdesak Aru Palaka meminta bantuan VOC. Sultan Hasanuddin dapat dikalahkan dan harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Sultan Hasanuddin digantikan putranya Sultan Amir Hamzah. la tidak mampu mempertahankan Makasar dari serbuan Belanda secara besar-besaran.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konflik dan pergolakan kepentingan (vested interest).

Paham-paham Baru di Eropa

Konferensi Asia Afrika (KAA)