MASUK SEKOLAH TANPA ZONASI





MASUK SEKOLAH TANPA ZONASI

Oleh
Abi Muhammad Khaldun Rusyd


Setiap hari anakku selalu menanyakan tentang sekolah yang bagus itu seperti apa... Maklum anakku tahun ini telah lulus dari Sekolah,  yang berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya,  aku paparkan sekolah yang bagus itu adalah sekolah yang memiliki fasilitas, sarana prasarana yang mendukung pembelajaran akademik dan non akademik,  fasilitas pembelajaran akademik seperti peralatan mengajar yang lengkap,  memiliki ruang laboratorium MIPA,  komputer,  konseling, dan fasilitas non akademik seperti fasilitas olahraga,  basket,  volly,  tenis meja,  bulu tangkis,  bela diri,  panjat tebing, Studio Musik. Semua itu sekolah harus lebih dari Standar Nasional Pendidikan terdiri dari :



1. Standar Kompetensi Lulusan
2. Standar Isi
3. Standar Proses
4. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
5. Standar Sarana dan Prasarana
6. Standar Pengelolaan
7. Standar Pembiayaan Pendidikan
8. Standar Penilaian Pendidikan
Hasil diskusi itu anak ku selalu men  cari informasinya melalui web site, bahkan setiap hari, lebih dari dua bulan sebelum Ramadhan aku keliling bersama anakku dari sekolah di kota sampai di penggunungan,  penjelasan ku tentang penerimaan siswa baru di negeri favorit itu dengan zonasi, prestasi,  tidak membuat surut untuk mencari tahu tentang sekolah yang hebat di jalur prestasi,  ini mungkin karena anakku memiliki prestasi akademik di sekolah dasarnya yang baik dan prestasi non akademik yang di raihnya dari luar sekolah.



Sungguh aku terkejut,  anakku ternyata memutuskan untuk memilih sekolah swasta yang berbasis agama Islam di penggunungan bukan di sekolah negeri atau swasta di dalam kota. Dan ternyata apa yang aku informasi kan tentang fasilitas / sarana prasarana yang lengkap tidak menjadi pilihan anakku,  oh ternyata anakku hanya mencari fasilitas ibadah, taklim,  Forum diskusi,  dan organisasi ekstrakurikuler, serta yang boarding school, yang ia nyatakan kepadaku,  aku serahkan kepada anakku untuk memutuskannya.


Ternyata memang pendirian nya untuk memilih sekolah swasta itu sudah mantap,  aku sebagai seorang ayah hanya mendorong dan menyetujui keinginan nya,  aku pikir inilah yang di sebut usaha sadar,  dan anakku sudah merencanakan serta mempersiapkan segala sesuatu nya,  dan berharap suasana sekolah yang baru dapat sinergis menciptakan proses pembelajaran sehingga modal dasar yang di miliki anak ku dapat lebih berkembang baik potensi spiritual nya ataupun ketrampilan yang di milikinya.


Kemandirian pun terlihat sewaktu aku berkunjung ke sekolah,  ketika makan, anakku tidak menolak apapun menu makanan yang di berikan sekolah,  anakku bersemangat dan cepat berinteraksi dengan teman sekamarnya,  teman sekamarnya ada yg berasal dari Sumatera,  DKI,  Jawa Barat,  dan daerah lainnya,  ini menguatkan kepribadian yang senang bergaul dan cerdas dalam berbicara.



Sekolah swasta boarding school di penggunungan luar kota  itu adalah pilihan nya,  dan akhirnya ini juga membuat lega seorang ayah yang juga seorang guru,  lega karena kurikulum nasional yang memuat bobot agama Islam di sekolah negeri harus di serahkan masing masing kepada Guru dan lingkungan sosial yang akan berkembang lambat karena perlu adanya penyesuaian antara visi misi sekolah dengan sistem zonasi yang di berlakukan dalam penerimaan peserta didik baru yang persentasenya  lebih besar di bandingkan sistem prestasi.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konflik dan pergolakan kepentingan (vested interest).

Paham-paham Baru di Eropa

Konferensi Asia Afrika (KAA)