TOLAK PEMILU 1997



Catatan Demonstran ;

TOLAK PEMILU 1997


Oleh : Sudrajat Senda°

Dalam sejarah Indonesia Merdeka,  pemilihan umum 1997 adalah pemilu ke-7 yang pernah di selenggarakan oleh Negara,  dan pemilu 1997 adalah pemilu ke-6 di masa Orde Baru, Pemilu 1997 di Ikuti oleh 2 partai politik, yaitu PPP dan PDI serta 1 OrMas,yaitu GOLKAR.


Dalam pemilu 1997 rakyat  memilih peserta pemilu dan kemudian peserta pemilu memilih Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kotamadya, kemudian anggota yang  dipilih memilih  presiden dan wakil presiden RI,  dalam pemilihan umum,  Golkar menang lagi, Soeharto kembali berkuasa. 



Masa Orde Baru, tidak ubahnya dengan tirani yang tidak berpihak kepada rakyat adalah kekuatan tirani orde baru di pilih dengan dramatisir pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992.1997, atas, nama stabilitas nasional, tirani ni dengan strategis mampu membuat Legislatif menjadi kelompok "PADUAN SUARA" bagai mana tidak mereka yang katanya wakil rakyat di buat dengan susunan DPR/MPR  RI  di lotre. Seperti 


A. Utusan Daerah & Golongan, yaitu :
1. Gubernur/kepala daerah
2. Panglima Komando Daerah Militer
3. Para Rektor perguruan tinggi
4. Para menteri kabinet
5. Para Isteri dan Anak Menteri


Wakil rakyat (DPR/MPR RI) tidak hanya di pilih dengan lotre namun di gratiskan untuk duduk di Senayan tsb,seperti ;


1. PNS
2. Ibu ibu Dharma wanita
3. Ibu ibu Dharma PertiwI


 Dengan cara berlindung di bawah pohon beringin atau Golkar. . Golkar masih menjadi kendaraan politik Orde Baru. Ormas berlambang pohon beringin ini selalu meraih kemenangan telak di setiap pemilu berkat campur-tangan pemerintah.. Sehingga ketika itu kami  menuntut pembubaran GOLKAR, yang kemudian di era Reformasi GOLKAR berubah menjadi partai politik




Tidak hanya itu,  Militer yang sejatinya untuk mempertahan Negara,  juga di buat menjadi serdadu yang ga mau malu duduk di bawah kabinet yang  Panglima/jenderalnya sederajat dengan dengan para menteri kabinet.


Bagaimana seorang Jenderal menjalankan  tugas mempertahankan teritorial negara jika harus ada kementrian koordinator yang menjadi sama kedudukannya. 

Peran politik ABRI. Golongan militer kala itu menduduki 100 dari 500 kursi menjadi anggota DPR/MPR RI , Rezim Soeharto berusaha meredam protes itu dengan menerbitkan Undang-Undang No. 5/1995 tentang Susunan dan Kedudukan MPR baru. Dalam UU ini, jumlah kursi ABRI di DPR dikurangi, dari 100 menjadi 75. Namun, upaya ini dianggap belum bisa membuat demokrasi di Indonesia menjadi lebih baik
Ditambah bahwa ABRI  di samping berperan politik di parlemen,  juga berperan dalam bidang sosial,  serdadu ini mampu menempatkan serdadu nya dalam perusahaan ,organisasi berskala nasional dan internasional,  Fungsi ganda ini tak luput dari protes demonstran untuk hapus DWI FUNGSI ABRI, bubarkan keamanan teritorial di setingkat koramil. Karena untuk keamanan di wilayah ini cukup di serahkan kepada kepolisian. 




Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang kian tumbuh subur menggurita  rezim, Tirani Orde Baru tetap mengemban misi memenangkan Golkar, sehingga berbagai REKAYASA  yang berbau kekerasan politik terus berlangsung. 


Golkar terus mengulang materi kampanye tentang pembangunan dan telah berhasil membangun infrastruktur, klaim prestasi semu pemerintah di bawah kepemimpinan Soeharto. Di sisi lain, dua partai politik yang menjadi organisasi peserta pemilu 1997 tentu saja melancarkan kritik kendati belum benar-benar punya keberanian untuk menyerukan perubahan. tercatat tragedi pembelahan konflik di tubuh PDI terjadi pada 27 Juli 1996, partai politik pro pemerintah ( PDI S (dan kontra pemerintah (PDI P) .



OPP [Organisasi Peserta Pemilu] belum mempunyai paradigma tentang strategi dan metodologi pembaruan dan atau perubahan akan diwujudkan. Akibatnya, terkesan OPP hanya mengumbar janji-janji yang sloganistis. 


Hiruk pikuk kampanye Pemilu 1997 terutama disebabkan oleh dua hal, yakni meningkatnya kerusuhan dan munculnya “koalisi” Mega-Bintang. 


Kekerasan dan keberingasan massa meningkat kala kampanye memasuki putaran-putaran terakhir. Insiden sering terjadi di antara massa pendukung atau bahkan antara massa dengan aparat keamanan. Fenomena Mega-Bintang mulanya disulut oleh pecahnya internal PDI, antara PDI pimpinan Soerjadi dan PDI pimpinan Megawati Sukarnoputri. Kabar yang beredar kala itu menyebut bahwa kubu Megawati mendekat dan akan mengalihkan suara pendukungnya ke PPP. Kendati demikian, antusiasme atas munculnya isu koalisi “Mega-Bintang” ini tampak hanya terjadi di Jawa. Dan memang ini hanya manuver aktivis dalam berpolitik menekan penguasa Orde Baru. 


Pemungutan suara diselenggarakan pada 29 Mei 1997. Golkar kembali menjadi pemenang dengan perolehan suara 74.51 persen. PPP ada di urutan kedua dengan 22.43 persen suara. Sementara itu, PDI yang dilanda perpecahan internal merosot drastis dengan hanya meraup 3,06 persen suara.


Meskipun gerakan tolak pemilu 1997 belum dapat berhasil   namun konsepsi perubahan sudah di mulai meski di bawah tirani otoriter. Gerakan perubahan itu terus di lanjutkan baik gerakan aksi demontrasi di dalam kampus setiap hari selasa dan kamis,  kami terus membentangkan spanduk TURUN KAN HARGA , singkatan dari  turun kan Soeharto dan keluarga. atau kami menulis dan membuat mimbar bebas di halte kampus. 


Kemudian gerakan kami  cepat di respon Mahasiswa,  sehingga bersatu dalam gerakan REFORMASI di hari kebangkitan nasional,  tanggal 20 Mei 1998 serentak secara nasional,  dan akhirnya penguasa Orde baru Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden RI di tanggal 21 Mei 1998.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konflik dan pergolakan kepentingan (vested interest).

Paham-paham Baru di Eropa

Konferensi Asia Afrika (KAA)