Asal usul Ciruas

Asal usul Ciruas

Ciruas,  antara Kota Raja dan Kolonial

Sudrajat Senda



Ciruas, berdasarkan pengertiannya bahwa,  kota ini terbentuk karena berada diantara sungai kemenduran dan Sungai Cisadane, bahkan sungai ini pada masa Kesultanan Banten adalah dua benteng pertahanan Kota Raja dari serangan VOC di Kota Kolonial Batavia.
 Ciruas adalah wilayah pemukiman pada masa kesultanan Banten yang di buktikan dengan adanya perkampungan Gerabah di Desa Bumi Jaya dan Perkampungan Pandai Besi di Des Kepandaian. Pada masa kolonial dibuktikan dengan bangunan kantor Wedana, Sekolah Belanda, Polsek Ciruas, rumah bojong dan Masjid Baitul Mukmin
Suara hati ini bergetar dengan nalar yang tumbuh menembus keseimbangan, untuk menjaga kegelisahan jiwa dan kegundahan hati atas realitas hidup yang terkadang jauh dari apa yang diharapkan, hanya semangat nya akan kebersamaan dan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa. 

Doanya menundukkan seluruh sikap kolektivitas agar ketangguhan suara hati yang diselimuti keikhlasan akan menjadi sahabat ditengah gemuruh kesewenang-wenangan hidup dan keangkuhan zaman.
Awan menyengat memanas datang. nampaknya aku telah bekerja terlalu keras. Melangkah memanggul tanah yang terbakar jerami.
 langit –Nya menyapa dengan deru-deru mesin,   membuatku ingat akan keriput yang menyelimuti tubuh renta ini,  sejenak berhenti tawarkan tanah berbentuk mahkota kepada siapa saja yang ingat masa lalu, bahawa dari tanah kembali lagi ke tanah. Takdir itu, seolah bukan menjadi wacana saja. Namun terkuluti terkupas samudera tak bahtera.
Bukan Robot, namun bukan pula perhiasaan.  Mengapa?  Mengapa  aku tak tahu persis,.... apa ini namanya ?......!!!!
Jejak langkah ini tak ada yang menghitung sejauh apa nilai dan kehormatan tanah ini,...padahal aku lahir, hidup, dan menghidupi keluarga ku dengan tanah ini, bahkan tanah ini dilangitkan dengan warna indah namun tetap saja orang-orang ini buta , tuli, kepadaku.
Sedangkan hampir dari seluruh hidupku, ku letakkan pada segunukan tanah yang ku  sulap  rupanya menjadi indah. Aku bak menyimpan nyawaku di dalam gerabah yang  kususun tanpa ada yang melirik. Aahhhhh!!!!!!!!

Kemana semua manusia ini? Apa Allah SWT tak menciptakan seseorang hamba lagi? Setidaknya, untuk menghampiri gerabah-gerabah yang mulai kedinginan disini.
Ha,..ha,...ha,...ha,..haa,... , aku tidak mungkin hanya terus meratap, aku tak menyalahkan awan yang memanas ini ,....mungkin ini jalan-Nya.

Ah tidak, tidak lagi , aku tidak mungkin lagi terus menunggu.iPanas terus menerpa hingga dinginnya malam yang mengigil kulit yang keriput ini,... akan segera menyapa kami. Wahai pemilik jagat raya yang tersembunyi!
Bahkan tulangku sudah tak sudi terus menahan beban yang semakin berat. Jemari ku tak terasa lagi saat ku sentuh onggokan tanah ini
Ah, aku bisa apa ? haruskah aku berlari dan membawa benda ini beserta ku?  Akan ku bawa ke tempat dimana semua manusia itu bersembunyi!!!
Oh Gusti Alam,.. sang jagad rayaaa,....Tuhan… rasanya sesak sekali saat aku tahu zaman telah menghianatiku, seolah peluh dan benda ini tak lagi berarti. Nampaknya , aku telah  tertidur dan terbangun di belahan dunia yang memiliki zaman sesepi ini!!
Lalu, apakah ini pertanda-Mu bahwa aku harus mengakhirinya? Atau kau seolah membisikanku bahwa jemari  yang usang nan terkoyak tak akan mampu lagi membuat rupa gaerabah yang sempurna?
Sepertinya, ya. Mereka tak bersembunyi , hanya saja akuu yang tak lagi, berarti dengan genting-genting menyedihkan ini.

Tak perduli sejauh apapun aku mencari tanah kering, berkilau, dengan bentuk persegi yang menjelaskan rupanya memasang akan selalu terlihat indah,tanpa perlu bersusah dengan jemari yang usang ini. Pada akhirnya ambisiku tak ada pada zaman yang serba berkilau ini.
Yang aku tau bahwa dengan gundukan tanah yang bukan coklat dan hitam ini ,.dapat mampu mengatakan bahwa Ciruas,..Ciruas,..Ciruas ini berasal dari Tanah ini,..tanah ini,...tanah yang indah bergerabah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konflik dan pergolakan kepentingan (vested interest).

PERGURUAN PENCAK SILAT HAJI SALAM BANTEN

Konferensi Asia Afrika (KAA)